AGAR KITA TIDAK SALAH DALAM MEMAKNAI BID'AH



MUNGKIN PERNAH MENDENGAR KALIMAT DI BAWAH INI

“Dikit-dikit bid’ah, dikit-dikit bid’ah,” “Semua yang ada sekarang itu bid’ah?!”
“Kalau memang Yasinan, Tahlilan,maulid nabi bid’ah, kenapa kamu naik motor, pergi haji pakai pesawat itu kan juga bid’ah karna semua itu,belum ada pada jaman nabi”

Kira-kira kalimat seperti inilah yang akan terlontar dari  sebagaian kaum muslimin ketika mereka diingatkan bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah bid’ah yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

Semua ucapan ini dan yang senada dengannya lahir, mungkin karena hawa nafsu mereka dan mungkin juga karena kejahilan mereka tentang definisi bid’ah.


Pada Hal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْس
َ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهوَ ردٌّ

Barang siapa  yang melakukan amalan yang baru(dalam agama) yang tidak ada contohnya dari kami maka amalannya tertolak.(HR.Muslim)

Dan dalam riwayat lain disebutkan

:مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ“

Barang siapa beramal suatu amalan(dalam ibadah)yang tidak ada contohnya dari kami maka amalannya tertolak”

Dalam hadish yang lain.

وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru(Dalam agama), karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”[Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi,hadits hasan shahih].


Dalam riwayat An Nasa’i dikatakan

,وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ“

Setiap kesesatan tempatnya di neraka
(HR. An Nasa’i no. 1578. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani diShohih wa Dho’if Sunan An Nasa’i)

Apakah ada bid'ah hasanah(bid'ah yang baik)...?
Rasulullah mengatakan bahwah sumua bid'ah adalah sesat..
Rasul sendiri saja tidak pernah  berbuat bid'ah,tidak menambah,tidak mengurangi dan tidak pula membuat ibadah ibadah baru yang tidak di syariatkan kecuali apa yang hanya di wahyukan kepadanya.
Ketahuilah bahwa ke bid'ahan kebid'ahan hanya mematikan sunn ah.
Bid'ah membuat orang yang ingin betul betul mengamalkan sunnah menjadi bingung membedakan mana yang sunnah dan mana yang bid'ah.
Apakah kita sudah mengamalkan sekian banyak sunnah yang ada tuntunannya,sedangkan kita lebih banyak mengamalkan amalan amalan yang tidak ada tuntunannya dari rasulullah sallallahu alaihi wasallam.

Rasulullah sudah memperingatkan bahwa umatnya nanti ada yang tidak mau untuk mengikutinya,akan terpecah pecah dan hanyaada satu yang selamat.
Nabi bersabda


عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :(( اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ )) قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ هُمْ ؟ قَالاَلْجَمَاعَةُ

Dari Sahabat ‘Auf bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata,
“Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‘Ummat Yahudi berpecah-belah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, maka hanya satu golongan yang masuk surga dan 70 (tujuh puluh) golongan masuk neraka.

Ummat Nasrani berpecah-belah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan 71 (tujuh puluh satu) golongan masuk neraka dan hanya satu golongan yang masuk surga.

Dan demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh akan berpecah-belah ummatku menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, hanya satu (golong
an) masuk surga dan 72 (tujuh puluh dua) golongan masuk neraka.’

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya,

‘Wahai Rasûlullâh, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang selamat) itu ?’

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘al-Jamâ’ah. (HR.Ibnu majah)

Siapakah Al jama'ah itu golongan yang selamat itu...?
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَْحَابِيْ.“


Semua golongan tersebut tempatnya di neraka, kecuali satu (yaitu) Al jama'ah yaitu aku dan para sahabatku yang berjalan di atasnya.(HR.Tarmidzi)

Walaupun banyak orang yang tidak mengikuti rasulullah,banyak yang memerangi sunnah,tetapi Allah akan menjaga agama islam ini tetap murni terjaga sampai hari kiamat.
Akan ada dari kalangan ummat islam ini yaitu Ahlus sunnah    waljama'ah,yang akan selalu menjaga dan membelanya..

Sebagaimana  hadits Dari Imran bin Husain radhiallahu anhu berkata,
 Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda

لا تزال طائفة من أمتي يقاتلون على الحق ، ظاهرين على من ناوأهم ، حتى يقاتل آخـرهم المسيح الدجال

”Akan senantiasa ada kelompok dari umatku yang berperang dalam kebenaran. Mereka akan menang menghadapi orang yang memusuhinya.  Sampai akhir dari mereka akan memerangai Al-Masih  Dajjal.”


Berkata sahabat  dari tabi'in Sufyan ats Tsauri bahwa Bid'ah itu lebih di cintai syetan dari pada pelaku maksiat:

قال وسمعت يحيى بن يمان يقول سمعت سفيان يقول : البدعة أحب إلى إبليس من المعصية المعصية يتاب منها والبدعة لا يتاب منها

Ali bin Ja’d mengatakan bahwa dia mendengar Yahya bin Yaman berkata bahwa dia mendengar Sufyan (ats Tsauri) berkata,
 “Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat.
Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat” (Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d dalam Musnadnya no 1809 dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal 22).

Ibnu katsir asy syafi'i dan Para ulama berkata,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.”


 Firman Allah:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barang siapa yang menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya lalu mengikuti selain jalannya orang-orang Mukmin (para Shahabat Nabi). Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa': 115)

Firman Allah Ta’ala:

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

“Dan apa saja yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kalian, maka ambillah (laksanakanlah), dan apa saja yang kalian di larang untuk mengerjakannya, maka berhentilah (tinggalkanlah): ” (Al-Hasyr: 7)


 Supaya kita bisa mengetahui dari   “Dasar” kepada kaum muslimin, khususnya bagi yang baru saja belajar mendalami agama Islam terlebih tentang kaedah Bid’ah...

 Baiklah, kita kaji secara Bahasa  bahwa kata “Bid’ah” itu jika Di “Indonesia” kan berarti INOVASI , untuk itu kita akan menyebut INOVASI dalam penjelasan-penjelasan di bawah ini (Supaya lebih familiar di telinga .. )

Apa itu INOVASI ?

INOVASI adalah hal baru, hal-hal yang sudah di beri penambahan dan pengurangan sehingga menjadi baru atau berubah dari kondisi sebelumnya

Apa yang mendasari INOVASI ini tercipta ?

Kecenderungan manusia yang selalu mengembangkan akal pikiran,ilmu pengetahuan dan rasa ketidakpuasan terhadap sesuatu yang sudah ada (Selalu merasa kurang)
• Kereta kuda menjadi Mobil
• Telegram menjadi SMS
• Surat menjadi E-Mail
• Mesin Ketik menjadi Laptop
• Kurir Pesan menjadi Gelombang Radio/Signal Telephone
• Bedah pisau menjadi bedah laser
• Dan masih buaanyaaaaaak lagi hampir semua teknologi dan fasilitas yang kita pake saat ini merupakan hasil dari INOVASI dari jaman sebelumnya

Adakah INOVASI dalam agama ?
INOVASI dalam beribadah kepada Tuhannya tidak bolehkah..
Ibadah kok ber- INOVASI ? apa boleh ?
Dalam Islam TIDAK BOLEH ! tapi agama lain mungkin DIBIARKAN
Contoh INOVASI yang di biarkan oleh agama lain ?
Kitab injil yang keluar dengan beberapa versi pembaharuan (INOVASI )
Contoh INOVASI beribadah dalam islam yang dilarang...!

• Cara sholat yang tidak sesuai ajaran rasulullah
• Cara puasa yang tidak sesuai ajaran rasulullah
• Cara berdoa yang tidak sesuai ajaran rasulullah
• Cara berdzikir yang tidak sesuai ajaran rasulullah
• Cara berwudhu yang tidak sesuai ajaran rasulullah
• Cara adzan yang tidak sesuai ajaran rasulullah
• Dan semua bentuk ibadah kepada Allah yang tidak sesuai ajaran rasulullah.

INOVASI untuk ibadah kok dilarang ? kalo niatnya baik kenapa tidak ?
Islam sudah sempurna  !!
Kenapa ada penambahan dan pengurangan kalo Allah sendiri sudah bilang SEMPURNA !!

Nah itu .. Mobil, Laptop dan fasilitas INOVASI lain kok boleh di lakukan ?

Itu bukan INOVASI beribadah  tapi INOVASI dalam urusan dunia

Bagaimana dengan, mobil untuk ke masjid,pesawat terbang untuk pergi haji, jaman dulu kan masih jalan kaki dan naik unta, apakah itu bid'ah?
✈️ 🚃 🚢 📻 📺 📱 🚙 🎤

 Jawab:
Semua itu adalah perkara duniawi,hanya sebagai Sarananya saja,tujuan utamanya adalah ibadah haji.
Kalau dalam pelaksanaan ibadah hajinya tidak sesuai dengan yang di syariatkan,seperti tawaf yang di syariatkan yaitu berlari kecil mengelilingi ka'ba adalah tuju Kali,tetapi kalau ada yang mengurangi atau menambahi dari itu maka itu termasuk amalan bid'ah.
Sama halnya dengan mixrofon yang di pakai di masjid semuanya adalah urusan dunia,kalau mixrofonnya di pakai untuk amalan bid'ah seperti zikir berjama'ah maka yang bid'ah adalah zikir berjamaah bukan mixrofonnya.

Rasulullah bersabda:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ

“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian”. (HSR. Bukhory)



MARI KITA KAJI SECARA ILMIAH BAGAIMANA DEFINISI BID'AH YANG SEBENARNYA

Definisi Bid'ah Secara Bahasa adalah Melakukan suatu jalan atau cara  beribadah   dalam bentuk ucapan, perbuatan, di waktu dan tempat yang di tentukan, yang di buat-buat tanpa ada dalil syar'i yang menganjurkan, menyerupai syari’at (ajaran Islam), dengan maksud untuk  mendapatkan pahala  atau berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.


Yang dimaksud dengan (jalan/cara) adalah segala sesuatu yang akan ditempuh, dijalani dan dikerjakan.

(Dalam Agama) sebab yang berbuat bid’ah ini sengaja menisbahkannya kepada agama.Sehingga kalau perkara yang baru itu menyangkut masalah dunia semata, tidak dikatakan bid’ah (secara istilah syar’i, red.), seperti menciptakan alat transportasi atau komunikasi danlain sebagainya.

Bid’ah (menyerupai syari’at) artinya jalan dan cara itu disangka sebagai syari’at padahal bukan.



Definisi bid'ah menurut para ulama

Al Imam asy-Syafi‘i  berkata:

“Bid‘ah itu ada dua, bid‘ah yang terpuji dan bid‘ah yang tercela. Yang sesuai dengan sunnah Nabi itulah yang terpuji, sedangkan yang bertentangan dengan sunnah Nabi itulah yang tercela.” [Lihat Hilyatul Auliyaa’ karya Abu Nu‘aim (IX/113). Lihat juga Fat-hul Baari (XIII/253)]


Imam Al-'Iz bin 'Abdis salam berkata:

 هِيَ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِي عَهْدِ الرَّسُوْلِ

Bid'ah adalah mengerjakan perkara yang tidak ada di masa Rasulullah)) (Qowa'idul Ahkam 2/172)

Imam An-Nawawi berkata :

هِيَ إِحْدَاثُ مَا لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ

Bid'ah adalah mengada-ngadakan sesuatu yang tidak ada di masa Rasulullah)) (Tahdzibul Asma' wal lugoot 3/22)

Imam Al-'Aini berkata

هِيَ مَا لَمْ يَكُنْ لَهُ أَصْلٌ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَقِيْلَ: إِظْهَارُ شَيْءٍ لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ وَلاَ فِي زَمَنِ الصَّحَابَةِ

Bid'ah adalah perkara yang tidak ada asalnya dari Al-Kitab dan As-Sunnah, dan dikatakan juga (bid'ah adalah) menampakkan sesuatu yang tidak ada pada masa Rasulullah dan tidak ada juga di masa para sahabat)) (Umdatul Qori' 25/37)

Ibnu 'Asaakir berkata

مَا ابْتُدِعَ وَأُحْدِثَ مِنَ الأُمُوْرِ حَسَناً كَانَ أَوْ قَبِيْحًا

Bid'ah adalah perkara-perkara yang baru dan diada-adakan baik yang baik maupun yang tercela)) (Tabyiinu kadzibil muftari hal 97)

Al-Fairuz Abadi berkata:

الحَدَثُ فِي الدَّيْنِ بَعْدَ الإِكْمَالِ، وَقِيْلَمَا استَحْدَثَ بَعْدَهُ مِنَ الأَهْوَاءِوَالأَعْمَا

Bid'ah adalah perkara yang baru dalam agama setelah sempurnanya, dan dikatakan juga apa yang diada-adakan sepeninggal Nabi berupa hawa nafsu dan amalan)) (Basoir dzawi At-Tamyiiz 2/231)

Dari defenisi-defenisi di atas maka secara umum dapat kita simpulkan bahwa bid'ah adalah segala perkara yang terjadi setelah Nabi, sama saja apakah perkara tersebut terpuji ataupun tercela dan sama saja apakah perkara tersebut suatu ibadah maupun perkara adat.

Belum tentu niat baik kita dalam beribadah baik menurut syari'at

Di Riwatyatkan dari Sa’id bin al-Musayyib
Tatkala melihat seseorang mengerjakan shalat pada waktu terlarang dengan sejumlah raka’at yang banyak. Beliau pun lantas melarangnya.Maka orang itu menjawab menimpali:

“Wahai Abu Muhammad, apakah Allah akan mengadzabku karena aku mengerjakan shalat?!!?

Beliau menjawab: “Tidak, akan tetapi Allah akan mengadzabmu karena engkau menyelisihi sunnah

Al-Imam Al-Albani mengatakan: 
Ini diantara jawaban mengagumkan dari Sa’id bin al-Musayib.
Dan itu merupakan senjata yang kuat dalam membantah ahli bid’ah yang selalu saja menganggap baik banyak dari perkara kebid’ahan dan menuduh ahlus sunnah bahwa mereka mengingkari dzikir dan shalat.
Padahal mereka (ahlus sunnah) hanyalah mengingkari penyelisihannya terhadap sunnah.

Di riwayatkan pula dari sahabat nabi Abu Musa Al As’ari Radhiyallahu ‘anhu

Ketika Memasuki masjid Kufah di irak, lalu di dapatinya di masjid tersebut terdapat sejumlah orang membentuk halaqah-halaqah (duduk berkeliling).
Pada setiap halaqah terdapat seorang Syaikh, dan didepan mereka ada tumpukan kerikil, lalu Syaikh tersebut menyuruh mereka (yang duduk di halaqah) :

 “Bertasbihlah (ucapkan subhanallah) seratus kali!”, lalu mereka pun bertasbih (menghitung) dengan kerikil tersebut.
Lalu Syaikh itu berkata kepada mereka lagi :
 “Bertahmidlah (ucapkan alhamdulillah) seratus kali!” dan demikianlah seterusnya ……

Maka Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu mengingkari hal itu dalam hatinya dan ia tidak mengingkari dengan lisannya.

 Hanya saja ia bersegera pergi dengan berlari kecil menuju rumah Abdullah bin Mas’ud, lalu ia pun mengucapkan salam kepada Abdullah bin Mas’ud, dan Abdullah bin mas’ud pun membalas salamnya.

Berkatalah Abu Musa kepada Abu Mas’ud :

Wahai Abu Abdurrahman, sungguh baru saja saya memasuki masjid, lalu aku melihat sesuatu yang aku mengingkarinya, demi Allah tidaklah saya melihat melainkan kebaikan.

Lalu Abu Musa menceritakan keadaan halaqah dzikir tersebut.Maka berkatalah Abu Mas’ud kepada Abu Musa :

 “Apakah engkau memerintahkan mereka untuk menghitung kejelekan-kejelekan mereka?
Dan engkau memberi jaminan mereka bahwa kebaikan-kebaikan mereka tidak akan hilang sedikitpun?!”

Abu Musa pun menjawab :
“Aku tidak memerintahkan suatu apapun kepada mereka”

Berkatalah Abu Mas’ud : “Mari kita pergi menuju mereka”.Lalu Abu Mas’ud mengucapkan salam kepada mereka.

Dan mereka membalas salamnya. Berkatalah Ibnu Mas’ud :“Perbuatan apa yang aku lihat kalian melakukannya ini wahai Umat Muhammad?”

Mereka menjawab :
“Wahai Abu Abdurrahman, ini adalah kerikil yang digunakan untuk menghitung tasbih, tahmid, dan tahlil, dan takbir”

Maka berkatalah Abu Mas’ud “Alangkah cepatnya kalian binasa wahai Umat Muhammad, (padahal) para sahabat masih banyak yang hidup, dan ini pakaiannya belum rusak sama sekali, dan ini bejananya belum pecah, ataukah kalian ingin berada diatas agama yang lebih mendapat petunjuk dari agama Muhammad ? ataukah kalian telah membuka pintu kesesatan...?

 Mereka pun menjawab :
“Wahai Abu Abdurrahman, demi Allah tidaklah kami menginginkan melainkan kebaikan”

Abu Mas’ud pun berkata

“Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun mereka tidak mendapatkannya”

Berkata Amru bin Salamah : “Sungguh aku telah melihat umumnya mereka yang mengadakan majelis dzikir itu memerangi kita pada hari perang “An Nahrawan” bersama kaum Khawarij”. (Riwayat Darimi dengan sanad shahih)


Bid'ah terjadi hanya di dua tempat

BID'AH DALAM IBADAH (TERLARANG)

BID'AH DI LUAR IBADAH (DI PERBOLEHKAN)

1⃣  BID'AH DALAM IBADAH

Hukum asal ibadah Itu di larang kecuali ada dalil yang memerintahkan.

Berikut kaidah fikh mengenai hal ini

,الأَصْلُ فِى اْلعِبَادَةِ اَلتَّحْرِيْمُ وَالْبَطْلُ إِلاَّ مَا جَاءَ بِهِ الدَّ لِيْلِ عَلىَ اَوَامِرِهِ“

Hukum asal dalam beribadah adalah haram dan batal kecuali yang ada dalil yang memerintahkan“

Artinya tidak boleh melakukan suatu ibadah apapun kecuali ada dalil yang memerintahkan.
Karna ibadah itu mengikat,sudah ada ketetapannya dari Al quran dan sunnah,mengenai tata caranya,tempatnya,waktunya, keyfiyahnya, maupun jumlahnya.
Dan syarat di terimanya ibadah itu ada dua:
Pertama: Ibadah yang di kerjakan itu Harus ikhlas semata mata karna Allah.
Kedua: Ibadah  yang di kerjakan itu Harus ittiba'ah,mengikuti tata cara yang sesuai dengan apa yang di contohkan Rasulullah.

Karna agama islam ini sudah sempurna tidak perlu lagi ada penambahan.
Rasululullah tidak akan di wafatkan  oleh Allah  kalau agama islam ini belum sempurna.
Allah berfirman:


الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُلَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا“…

Artinya:
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ“

Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”[Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْس
َ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهوَ ردٌّ

Barangsiapa mengadakan hal yang baru (dalam agama) yang tidak ada contohnya dari kami maka amalannya tertolak”

Dan dalam riwayat lain disebutkan

:مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ“

Barang siapa beramal suatu amalan(dalam ibadah)yang tidak ada contohnya dari kami maka amalannya tertolak”

Dalam riwayat An Nasa’i dikatakan

,وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ“

Setiap kesesatan tempatnya di neraka.”(HR. An Nasa’i no. 1578.) Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani diShohih wa Dho’if Sunan An Nasa’i)

Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan tertolak,bahkan di ancam dengan api neraka.

Imam Asy Syatibhi Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan,
“Para ulama memaknai hadits di atas sesuai dengan keumumannya, tidak boleh dibuat pengecualian sama sekali.

Oleh karena itu, tidak ada dalam hadits tersebut yang menunjukkan ada bid’ah yang baik.” (Dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hal. 91, Darul Ar Royah)

Abdullahbin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً“

Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Diriwayatkan oleh Muhammadbin Nashr dalam kitab As Sunnah dengan sanad shahih dari Ibnu ‘Umar.LihatAhkamul Janaiz, Syaikh Al Albani, hal. 258, beliau mengatakan hadits inimauquf,shahih)

Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’irahimahullah berikut ini. Beliau berkata

والمراد بقوله كل بدعة ضلالة ما أحدث ولا دليل له من الشرع بطريق خاص ولا عام“

Yang dimaksud setiap bid’ah adalah sesat yaitu setiap amalan yang dibuat-buat dan tidak ada dalil pendukung baik dalil khusus atau umum” (Fathul Bari, 13: 254).

Juga ada perkataan dari Ibnu Rajab Al Hambalirahimahullah

,فكلُّ من أحدث شيئاً ، ونسبه إلى الدِّين ، ولم يكن له أصلٌ من الدِّين يرجع إليه ، فهو ضلالةٌ ، والدِّينُ بريءٌ منه ، وسواءٌ في ذلك مسائلُ الاعتقادات ، أو الأعمال ، أو الأقوال الظاهرة والباطنة .“

Setiap yang dibuat-buat lalu disandarkan pada agama dan tidak memiliki dasar dalam Islam, itu termasuk kesesatan. Islam berlepas diri dari ajaran seperti itu termasuk dalam hal i’tiqod (keyakinan), amalan, perkataan yang lahir dan batin” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 128).

Jadi silakan timbang-timbang jika menilai bid’ah hasanah dengan pernyataan di atas.
Apakah perayaan Maulid Nabi itu hasanah[baik]?
Apakah berdo’a dengan menganggap afdhol jika di sisi kubur para wali itu bid’ah hasanah?
Begitu pula yasinan dan selamatan kematian (pada hari ke-3, 7, 40, 100, sampai dengan 1000 hari) benarkah bid’ah hasanah?

Silakan buktikan dengan dalil!

قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ“

Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” (QS. Al Baqarah: 111)

Di riwayat Jabir bin ‘Abdillah  ia berkata:

 “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
  Setiap beliau Memulai khutbah jum'at, matanya sampai memerah, suaranya begitu keras, dan kelihatan begitu marah, seolah-olah beliau adalah seorang panglima yang meneriaki pasukan Hati-hati dengan serangan musuh di waktu pagi dan waktu sore’.
Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jarak antara pengutusanku dan hari kiamat adalah bagaikan dua jari ini.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuknya.

Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.”(HR. Muslim no. 867)


Diriwayatkan dari Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu,  beliau berkata,
“Kami shalat bersama Rasulullahshallallahu ‘alaihiwa sallam pada suatu hari.
Kemudian beliau mendatangi kami lalu memberi nasihat yang begitu menyentuh, yang membuat air mata ini bercucuran, dan membuat hati ini bergemetar (takut).” Lalu ada yang mengatakan

,يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا“

Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah nasihat perpisahan. Lalu apa yang engkau akan wasiatkan pada kami?

”Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

,أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِوَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memimpin kalian adalah budak Habsyi. Karena barangsiapa yang hidup di antara kalian setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rosyidin yang mendapatkan petunjuk.
Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan (Bid'ah) karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”(HR. Abu Daud no. 4607 danTirmidzi no. 2676.)

Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud dan Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)

 2⃣ BID'AH DI LUAR IBADAH

Bid'ah di luar ibadah atau adat istiadat dan semua urusan duniawi hukumnya boleh selama tidak ada dalil yang melarang dan tidak bertentangan dengan syariat.
Karna hukum asal urusan amalan di luar ibadah hukumnya boleh.

Allah Ta’ala berfirman

,هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا“

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 29).


Nabi bersabda:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ

“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian”. (HSR. Bukhory)


Oleh karna itu apabila kita hendak melakukan suatu bentuk ibadah di dalam agama maka yang kita cari dahulu apakah ada dalil Shohih yang menganjurkan amalan tersebut.

Tetapi kalau urusan dunia atau adat istiadat maka setiap kita mau melakukannya maka yang kita harus ketahui dahulu adalah apakah ada dalil shohih yang melarangnya.

Pertanyaan yang sering terlontar dari ada orang yang kita peringatkan supaya jangan melakukan amalan bid'ah.
Mereka meminta, mana dalil yang melarangnya....?
Maka pertanyaan ini justru terbalik, merekalah yang harus di mintai dalil yang menganjurkan amalan tersebut karna ini adalah urusan ibadah.
Kalau urusan di luar ibadah atau urusan duniawi, adat istiadat, mereka menanyakan dalil yang melarang amalan tersebut maka pertanyaan itu benar.

Contoh Dalam urusan ibadah.
Seperti Zdikir berjamaah atau meritualkan membaca surat yasin setiap malam jum'at atau hari jum,'at maka sebelum mengamalkannya, cari dulu ada ngak dalil yang menganjurkannya.
Ternyata setelah kita cari tidak ada dalil yang shohih baik dari Al quran maupun hadis yang menganjurkan amalan tersebut.
Kalau dalilnya banyak cuma tidak ada satu pun yang shohih, maka amalan tersebut di hukumi bid'ah.

Contoh: Amalan di luar ibadah atau muamalah duniawiah
Seperti Orang yang bermuamalah dengan praktek riba.
Kita tau bahwa Riba adalah urusan duniawi.
Maka  Sebelum bermuamalah dengan riba, seorang muslim harus tau ada tidak larangannya dalam islam. Setelah kita mencari larangannya di dalam Al quran dan hadis ternyata ada dalil yang melarangnya.
Contoh lain lagi misalnya binatang yang boleh dan tidak boleh di makan.
Kembali ke hukum asal bahwah urusan dunia adalah boleh kecuali ada dalil yang melarang.

Misalnya:  Buah buahan, Ayam, kerbau, bebek, burung terbang, babi, harimau, dll

Kalau kita mencari dalil apakah Buah buahan,ayam atau kerbau dan sejenisnya  halal di makan,maka kita tidak akan mendapatkan dalilnya.
Tinggal kita terapkan kaidahnya, Hukum asal urusan dunia semua boleh kecuali ada dalil yang melarang.Selama tidak ada larangannya maka semua halal untuk di makan
Ayam halal di makan karna tidak larangannya.
Kerbau halal di makan karna tidak ada dalil yang melarang.
Babi haram di makan karna ada larangannya.
Harimau haram di makan karna ada larangan memakan binatang yang membunuh dengan taringnya. Itulah contoh penerapannya.


DALIL DARI PERKATAAN  SAHABAT

 Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaberkata

,مَا أَتَى عَلَى النَّاسِ عَامٌ إِلا أَحْدَثُوا فِيهِ بِدْعَةً، وَأَمَاتُوا فِيهِ سُنَّةً، حَتَّى تَحْيَى الْبِدَعُ، وَتَمُوتَ السُّنَنُ“

Setiap tahun ada saja orang yang membuat bid’ah dan mematikan sunnah, sehingga yang hidup adalah bid’ah dan sunnah pun mati.”(Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalamAl Mu’jam Al Kabirno. 10610.

Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya tsiqoh/terpercaya)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata

,اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ“

Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.

”(Diriwayatkan oleh  Ath Thobroniy dalamAl Mu’jam Al Kabir no. 8770.

Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih) Dampak buruk Sudah sepatutnya kita menjauhi berbagai macam bid’ah mengingat dampak buruk yang ditimbulkan.


BERIKUT BEBERAPA DAMPAK BURUK DARI BID'AH

AMALAN TERTOLAK
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

,مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ“

Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”(HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

AMALAN BID'AH HANYA SIA-SIA

Orang yang berbuat bid’ah inilah yang amalannya merugi. Allah Ta’ala berfirman

,قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا“

Katakanlah: Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”(QS. Al Kahfi [18] : 103-104)




DALIL DALIL TERCELANYA BID'AH,SERTA  AKIBAT BURUK YANG DI DAPATKAN OLEH PELAKUNYA

Hitam wajahnya ahlul bid’ah pada hari Kiamat

Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala

يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ“

Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram”.(QS. Ali ‘Imron : 106)

Ibnu Katsir berkata : “Yaitu pada Hari Kiamat, disaat putih berseri wajahnyaAhlus Sunnah wal Jama’ahdan hitam musam wajahnyaahlul bid’ah wal furqoh. Hal ini dituturkan oleh Ibnu ‘Abbasradhiyallahu ‘anhuma”.



Bid’ah merupakan sebab perpecahan.

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Itulah yang Dia diwasiatkan kepada kalian agar kalian bertakwa”. (QS. Al-An’am: 153)

Berkata Mujahid rahimahullah dalam menafsirkan makna “jalan-jalan” : “Bid’ah-bid’ah dan syahwat”. (Riwayat Ad-Darimy no. 203)

Bid’ah adalah kesesatan dan mengantarkan pelakunya ke dalam Jahannam.

Allah -‘Azza wa Jalla- berfirman:

وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ وَمِنْهَا جَائِرٌ وَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ

“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).”. (QS. An-Nahl:9)

Berkata At-Tastury : “’Qosdhus sabil’ adalah jalan sunnah ‘di antaranya ada yang bengkok’ yakni bengkok ke Neraka yaitu agama-agama yang batil dan bid’ah-bid’ah”.

Maka bid’ah mengantarkan para pelakunya ke dalan Neraka, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dalam khutbatul hajah:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

وَفِي رِوَايَةٍ : وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ

وَفِي رِوَايَةِ النَّسَائِيِّ : وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HSR. Muslim dari Jabir radhiallahu ‘anhuma)

Dalam satu riwayat, “Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah”.

Dan dalam riwayat An-Nasaiy, “Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan dan semua kesesatan berada dalam Neraka”.

Dan dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah secara marfu’:

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Dan hati-hati kalian dari perkara yang diada-adakan karena setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HR. Ashhabus Sunan kecuali An-Nasaiy)

Bid’ah itu tertolak atas pelakunya siapapun orangnya.

Allah –’Azza wa Jalla- menegaskan:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali ‘Imran: 85)

Dan bid’ah sama sekali bukan bahagian dari Islam sedikitpun juga, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits yang sedang kita bahas sekarang.

Allah melaknat para pelaku bid’ah dan orang yang melindungi/menolong pelaku bid’ah.

Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam menegaskan:

فَمَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ ا

للَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يُقْبَلُ مِنْهُ عَدْلٌ وَلَا صَرْفٌ

“Barangsiapa yang memunculkan/mengamalkan bid’ah atau melindungi pelaku bid’ah, maka atasnya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia, tidak akan diterima dari tebusan dan tidak pula pemalingan”. (HSR. Bukhary-Muslim dari ‘Ali dan HSR. Muslim dari Anas bin Malik)

Para pelaku bid’ah jarang diberikan taufiq untuk bertaubat

Nasalullaha as-salamata wal ‘afiyah-.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ احْتَجَزَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَهَا

“Sesungguhnya Allah mengahalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai dia meninggalkan bid’ahnya”. (HR. Ath-Thobarony dan Ibnu Abi ‘Ashim dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 1620)

Berkata Syaikh Bin Baz ketika ditanya tentang makna hadits di sela-sela pelajaran beliau mensyarah kitab Fadhlul Islam, “…

Maknanya adalah bahwa dia (pelaku bid’ah ini) menganggap baik bid’ahnya dan menganggap dirinya di atas kebenaran, oleh karena itulah kebanyakannya dia mati di atas bid’ah tersebut –wal’iyadzu billah-, karena dia menganggap dirinya benar. Berbeda halnya dengan pelaku maksiat yang dia mengetahui bahwa dirinya salah, lalu dia bertaubat, maka kadang Allah menerima taubatnya”.

Para pelaku bid’ah akan menanggung dosanya dan dosa setiap orang yang dia telah sesatkan sampai hari Kiamat

Wal’iyadzu billah-.

Allah-Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ

“(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”.(QS. An-Nahl: 25)

Dan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah bersabda:

وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka atasnya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dari dosa mereka sedikitpun”. (HSR. Muslim dari Abu Hurairah)

Setiap pelaku bid’ah akan diusir dari telaga Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam.

Beliau Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bersabda:

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ وَلَيُرْفَعَنَّ مَعِي رِجَالٌ مِنْكُمْ ثُمَّ لَيُخْتَلَجُنَّ دُونِي فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Saya menunggu kalian di telagaku, akan didatangkan sekelompok orang dari kalian kemudian mereka akan diusir dariku, maka sayapun berkata : “Wahai Tuhanku, (mereka adalah) para shahabatku”, maka dikatakan kepadaku : “Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan setelah kematianmu”. (HSR. Bukhary-Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu)

Para pelaku bid’ah menuduh Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah berkhianat dalam menyampaikan agama karena ternyata masih ada kebaikan yang belum beliau Sampaikan.

Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata
Sebagaimana dalam kitab Al-I’tishom (1/64-65) karya Imam Asy-Syathiby rahimahullah-,

“Siapa saja yang membuat satu bid’ah dalam Islam yang dia menganggapnya sebagai suatu kebaikan maka sungguh dia telah menyangka bahwa Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah mengkhianati risalah.

Karena Allah Ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagi kalian”. (QS. Al-Maidah: 3)

Maka perkara apa saja yang pada hari itu bukan agama maka pada hari inipun bukan agama”

Dalam bid’ah ada penentangan kepada Al-Qur`an.

Al-Imam Asy-Syaukany rahimahullah berkata dalam kitab Al-Qaulul Mufid fii Adillatil Ijtihad wat Taqlid (hal. 38)
Setelah menyebutkan ayat dalam surah Al-Maidah di atas, “Maka bila Allah telah menyempurnakan agamanya sebelum Dia mewafatkan NabiNya, maka apakah (artinya) pendapat-pendapat ini yang di munculkan oleh para pemikirnya setelah Allah menyempurnakan agamanya?!. Jika pendapat-pendapat (bid’ah ini) bahagian dari agama –menurut keyakinan mereka- maka berarti Allah belum menyempurnakan agamanya kecuali dengan pendapat-pendapat mereka, dan jika pendapat-pendapat ini bukan bahagian dari agama maka apakah faidah dari menyibukkan diri pada suatu perkara yang bukan bahagaian dari agama ?!”.

Para pelaku bid’ah akan mendapatkan kehinaan dan kemurkaan dari Allah Ta’ala di dunia.

Allah –’Azza wa Jalla- menegaskan:

إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ

“Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kedustaan”. (QS. Al-A’raf: 152)

Ayat ini umum, mencakup mereka para penyembah anak sapi dan yang menyerupai mereka dari kalangan ahli bid’ah, karena bid’ah itu seluruhnya adalah kedustaan atas nama Allah ta'ala

PERKATAAN ULAMA SALAF DALAM MENCELAH BID'AH

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:

اَلْإِقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الْإِجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ

“Sederhana dalam melakukan sunnah lebih baik daripada bersungguh-ungguh dalam melaksanakan bid’ah”. (Riwayat Ad-Darimiy)

Dan beliau juga berkata:

اِتَّبِعُوْا وَلاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Ittiba’lah kalian dan jangan kalian berbuat bid’ah karena sesungguhnya kalian telah dicukupi, dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (Riwayat Ad-Darimy no. 211 dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam ta’liq beliau terhadap Kitabul ‘Ilmi karya Ibnul Qoyyim)

Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma berkata:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat walaupun manusia menganggapnya baik”. (Riwayat Al-Lalikaiy dalam Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah)

Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata:

فَإِيَّاكُمْ وَمَا يُبْتَدَعُ, فَإِنَّ مَا ابْتُدِعَ ضَلاَلَةٌ

“Maka waspadalah kalian dari sesuatu yang diada-adakan, karena sesungguhnya apa-apa yang diada-adakan adalah kesesatan”. (Riwayat Abu Daud no. 4611)

Abdullah ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma pernah berkata kepada ‘Utsman bin Hadhir:

عَلَيْكَ بِتَقْوَى اللهِ وَالْإِسْتِقَامَةِ, وَاتَّبِعْ وَلاَ تَبْتَدِعْ

“Wajib atasmu untuk bertaqwa kepada Allah dan beristiqomah, ittiba’lah dan jangan berbuat bid’ah”. (Riwayat Ad-Darimy no. 141)


Imam Asy-Syafi’iy rahimahullah berkata:

مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ

“Barang siapa yang menganggap baik (suatu bid’ah) maka berarti dia telah membuat syari’at”.

Imam Ahmad rahimahullah berkata dalam kitab beliau Ushulus Sunnah:

أُصُوْلُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا اَلتَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وعلى آله وسلم وَالْإِقْتِدَاءُ بِهِمْ وَتَرْكُ الْبِدَعَ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh dengan apa-apa yang para shahabat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam berada di atasnya, meneladani mereka serta meninggalkan bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan”.

Sahl bin ‘Abdillah At-Tastury rahimahullah berkata:

مَا أَحْدَثَ أًحَدٌ فِي الْعِلْمِ شَيْئًا إِلاَّ سُئِلَ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, فَإِنْ وَافَقَ السُّنَّةَ سَلِمَ وَإِلاَّ فَلاَ

“Tidaklah seseorang memunculkan suatu ilmu (yang baru) sedikitpun kecuali dia akan ditanya tentangnya pada hari Kiamat ; bila ilmunya sesuai dengan sunnah maka dia akan selamat dan bila tidak maka tidak”. (Lihat Fathul Bary : 13/290)

Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah berkata:

أَمَّا بَعْدُ, أُوْصِيْكَ بِتَقْوَى اللهِ وَال

ْإِقْتِصَادْ فِي أَمْرِهِ, وَاتِّبَاعِ سُنَّةَ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ, وَتَرْكِ مَا أَحْدَثَ الْمُحْدِثُوْنَ بَعْدَ مَا جَرَتْ بِهِ سُنَّتُهُ

“Amma ba’du, saya wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan bersikap sederhana dalam setiap perkaraNya, ikutilah sunnah NabiNya Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dan tinggalkanlah apa-apa yang dimunculkan oleh orang-orang yang mengada-adakan setelah tetapnya sunnah beliau Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam”. (Riwayat Abu Daud)

Abu ‘Utsman An-Naisabury rahimahullah berkata:

مَنْ أَمَّرَ السُّنَّةَ عَلَى نَفْسِهِ قَوْلاً وَفِعْلاً نَطَقَ بِالْحِكْمَةِ, وَمَنْ أَمَّرَ الْهَوَى عَلَى نَفْسِهِ قَوْلاً وَفِعْلاً نَطَقَ بِالْبِدْعَةِ

“Barang siapa yang menguasakan sunnah atas dirinya baik dalam perkataan maupun perbuatan maka dia akan berbicara dengan hikmah, dan barang siapa yang menguasakan hawa nafsu atas dirinya baik dalam perkataan maupun perbuatan maka dia akan berbicara dengan bid’ah”. (Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah : 10/244)
Allahu A'lam Bissawaf

Akhukum Fillah Abu muhammad

Diposting dan disebarkan kembali oleh Pelita Hidayah 
Sumber; Maa Haadzaa




....

0 Response to "AGAR KITA TIDAK SALAH DALAM MEMAKNAI BID'AH"

Post a Comment

Jadilah yang pertama dalam berkomentar

loading...