Dalam hubungan antara pemilik
usaha dengan pekerja, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam menganjurkan
disegerakannya pemberian hak pekerja, beliau bersabda :
“berikanlah upah pekerja sebelum
kering keringatnya” [HR Ibnu Majah, 2/817; Shahihul Jami’ 1493]
Lebih bijaksana jika dikomentari
tentang derajat hadits, sebab ia termasuk Hadits dhaif – ket : Syaikh bin
Baz.
Salah satu bentuk kezhaliman di
tengah masyarakat muslim adalah tidak memberikan hak-hak pegawai, pekerja,
karyawan atau buruh sesuai dengan yang semestinya. Bentuk kezhaliman itu beragam
di antaranya :
1. sama sekali tidak memberikan
hak-hak pekerja, sedang si pekerja tidak memiliki bukti. Dalam hal ini, meskipun
si pekerja kehilangan haknya di dunia, tetapi di sisi Allah pada hari kiamat
kelak, hak tersebut tidak hilang. Orang zhalim itu karena telah memakan harta
orang yang dizhaliminya, diambil daripadanya kebaikan yang pernah ia lakukan
untuk diberikan kepada orang yang dizhalimi. Jika kebaikannya telah habis, maka
dosa yang ia zhalimi itu diberikan kepadanya, lalu ia dicampakkan di
neraka.
2. mengurangi hak pekerja dengan
cara yang tidak dibenarkan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“kecelakaan besarlah bagi mereka
yang curang” (Al Muthaffifin :1)
Hal itu sebagaimana banyak
dilakukan pemilik usaha terhadap para pekerja yang datang dari daerah. Di awal
perjanjian, mereka sepakat terhadap jumlah upah tertentu. tetapi jika si pekerja
telah terikat dengan kontrak dan memulai pekerjaannya, pemilik usaha mengubah
secara sepihak isi perjanjian lalu mengurangi dan memotong upah pekerjaannya
dengan berbagai dalih. Si pekerja tentu tidak bisa berkutik dengan posisinya
yang serba sulit; antara kehilangan pekerjaan dan upah di bawah batas minimum.
Bahkan terkadang si pekerja tak mampu membuktikan hak yang mesti ia terima,
akhirnya si pekerja hanya bisa mengadukan halnya kepada Allah Subhanahu
wata'ala.
Jika pemilik usaha yang zhalim itu
seorang muslim sedang pekerjanya seorang kafir, maka kezhaliman yang
dilakukannya termasuk bentuk menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah,
sehingga dialah yang menanggung dosa orang tersebut.
3. memberi pekerjaan atau menambah
waktu kerja (lembur), tetap hanya memberikan gaji pokok dan tidak
memperhitungkan pekerjaan tambahan dan waktu lembur.
4. mengulur-ulur pembayaran gaji,
sehingga tidak memberikan gaji kecuali setelah melalui usaha keras pekerja, baik
berupa pengaduan, tagihan, hingga usaha lewat pengadilan.
Mungkin maksud pengusaha
menunda-nunda pemberian gaji agar si pekerja bosan, lalu meninggalkan haknya dan
tidak lagi menuntut. Atau selama tenggang waktu tertentu, ia ingin menggunakan
uang pekerja untuk suatu usaha. Dan tidak mustahil ada yang membungakan uang
tersebut, sedang pada saat yang sama, para pekerja merana tidak mendapatkan apa
yang dimakan sehari-hari, juga tak bisa mengirim nafkah kepada keluarga dan
anak-anaknya yang sangat membutuhkan, padahal demi merekalah para pekerja itu
membating tulang jauh di negeri orang. Sungguh celakalah orang yang zhalim itu,
kelak pada hari kiamat mereka akan mendapat siksa yang sangat pedih dari Allah
Subhanahu wata'ala.
Dalam riwayat dari Abu Hurairah
Radhiallahu’anhu disebutkan, bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :
Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Tiga jenis (manusia) yang aku
menjadi musuhnya kelak pada hari kiamat, laki-laki yang memberi dengan namaKu
lalu berkhianat, laki-laki yang menjual orang merdeka (bukan budak) lalu memakan
harga uang hasil penjualannya dan laki-laki yang mempekerjakan, sedang ia
memenuhi pekerjaannya, tetapi ia tidak memberikan upahnya” (HR Al Bukhari,
Fathul Bari :5/211).
Ditulis Oleh Admin Pelita Hidayah
Sumber : Dosa Yang Dianggap Biasa
Karya Muhammad Bin Shaleh Al Munajid
Sumber : Dosa Yang Dianggap Biasa
Karya Muhammad Bin Shaleh Al Munajid
0 Response to "TIDAK MEMENUHI HAK-HAK PEKERJA"
Post a Comment
Jadilah yang pertama dalam berkomentar